Di penghujung tahun 2009, tahun yang telah terjadi di dalamnya persoalan-persoalan bangsa yang belum teratasi secara optimal, kita tahu bahwa peringatan Tahun Baru Hijriyah dekat dengan peringatan Tahun Baru Miladiyah (Masehi). Peringatan tersebut juga memiliki makna yang berarti bagi umat Islam secara khusus dan bangsa Indonesia secara umum. Hanya selang dua minggu umat Islam di Indonesia yang tadinya memperingati Tahun Baru Hijriyah bersegera untuk memperingati Tahun Baru Miladiyah.
Dalam Islam, tidak pernah ada larangan untuk memperingati hari-hari tertentu yang dianggap besar maknanya dan menghasilkan kebaikan serta kemaslahatan bagi umat manusia secara keseluruhan. Islam selalu menganjurkan bahkan memerintahkan para penganutnya untuk melakukan segala sesuatu yang menghasilkan manfaat dan maslahat dalam hidup. Sesuai dengan apa yang telah disabdakan oleh Nabi besar Muhammad saw: “Sebaik-baik keislaman sesorang itu adalah meninggalkan hal-hal yang idak bermanfaat baginya (al-Hadis).” Maka, peringatan hari-hari tertentu yang dianggap besar maknanya dalam Islam sangat dianjurkan asalkan menghasilkan manfaat dan maslahat.
Dengan demikian, sudah sepantasnya umat Islam menyadari betapa pentingnya momentum Tahun Baru Hijriyah. Sebab, peristiwa tersebut merupakan bagian dari sejarah perjalanan panjang Nabi Besar mereka.
Tahun Baru Hijriyah dalam Islam
Islam adalah agama yang mengubah mitos menjadi logos, mengubah sesuatu yang tadinya tidak rasional menjadi rasional. Sebab, Islam adalah agama yang cocok dengan akal manusia (al-mula’im-u li ‘l-‘uqul). Segala sesuatu yang diperintahkan dalam Islam memberikan hikmah, entah hikmah yang dapat kita ketahui secara zahir maupun tidak. Oleh karena itu, Islam selalu mendasarkan setiap ajarannya kepada spirit ukhrawi tanpa harus melupakan spirit dunyawi.
Dalam sejarah Islam tercatat bahwa penentuan kalender/tahun Hijriyah merupakan salah satu keberhasilan dari pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Penentuan tersebut didasarkan pada hijrahnya Nabi Besar Muhammad saw bersama para sahabat dari Mekkah ke/menuju Madinah untuk menghindari tekanan dari kaum kafir Quraisy ketika itu. Sebab, umat Islam ketika berada di Mekkah selalu diperlakukan dengan tidak adil sehingga mereka berhijrah untuk masa depan yang lebih baik. Pada hakikatnya, peristiwa tersebut mengandung hikmah.
Kata hijriyah atau hijrah di dalam kamus Hans Wehr (A Dictionary of Modern Written Arabic, Third Printing, London: George Allen and Unwin LTD, 1971), diambil dari kata hajar-a – yahjur-u yang berarti to emigrate, to dissociate, etc., yang secara sederhana dalam bahasa Indonesia berarti berpindah dari satu tempat ke/menuju tempat yang lain. Maka, dalam struktur kata bahasa Arab, kata hajar-a harus selalu disertai dengan kata min (dari) dan kata ila (ke/menuju). Contohnya, hajar-a fulan min-a ‘l-syarr-i ila ‘l-khayr, si fulan telah berpindah dari keburukan ke/menuju kebaikan. Dari peristiwa hijrah Nabi Besar Muhammad saw bersama para sahabat kita dapat memetik hikmah bahwa tindakan mereka didasarkan pada keinginan untuk berpindah dari situasi yang buruk (al-syarr) ke/menuju situasi yang baik (al-khayr).
Oleh karena itu, keinginan untuk berhijrah di dalam Islam harus dilandasi spirit memperoleh kebaikan yang lebih baik dan bermakna. Seorang Muslim hendaknya memaknai hijrah tidak hanya sebatas peristiwa sejarah belaka, tapi juga memaknai hijrah sebagai peristiwa yang mengandung spirit kehidupan bermanfaat.
Transformasi Tahun Baru Hijriyah ke Miladiyah
Seperti yang telah terjadi pada tahun sebelumnya, penghujung tahun 2009 selang dua minggu umat Islam di Indonesia yang tadinya memperingati Tahun Baru Hijriyah bersegera untuk memperingati Tahun Baru Miladiyah. Dengan kata lain, umat Islam di Indonesia dituntut untuk mampu memaknai dengan baik dan mentransformasikan spirit Tahun Baru Hijriyah ke Tahun Baru Miladiyah agar peingatan kedua tahun baru tersebut tidak hanya sebatas seremonial belaka.
Spirit Tahun Baru Hijriyah adalah perpindahan umat Islam dari keburukan menuju kebaikan, hal-hal negatif menuju hal-hal positif, yang harus diterjemahkan ke dalam perpindahan Tahun Baru Miladiyah. Bangsa Indonesia secara umum yang pada awalnya bermalas-malasan harus mampu merubah kebiasaan malas mereka menjadi kebiasaan rajin yang diisi dengan produktifitas tinggi seperti berdisiplin dalam dunia kerja, mengisi kekosongan dengan pekerjaan-pekerjaan bermanfaat, dan lain sebagainya. Semangat transformasi tersebut merupakan semangat Kitab Suci yang tercatat dalam QS: al-Insyirah: 07: “Jika engkau telah selesai mengerjakan sesuatu bersegeralah untuk mengerjakan sesuatu yang lain”.
Tentunya, banyak sekali kebiasaan lain di tahun 2009 yang harus kita ubah di tahun 2010 berdasarkan spirit Tahun Baru Hijriyah. Apabila spirit tersebut dapat kita tanamkan secara optimal niscaya persoalan-persoalan bangsa ini dapat teratasi bersama.
Umat Islam di Indonesia
Penduduk Indonesia sebagian besar terdiri dari umat Islam yang tersebar di belahan pulau. Dengan demikian, umat Islam di Indonesia memikul tanggung jawab bangsa. Sebab, kehidupan mereka dalam berbangsa dan bernegara menjadi cerminan Indonesia bagi negara lain. Apabila mereka memiliki tradisi buruk maka buruklah citra bangsa ini.
Transformasi Tahun Baru Hijriyah ke Miladiyah memiliki makna yang berarti bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Makna tersebut dapat dipahami dengan kesadaran seorang Muslim untuk merenungkan kembali hakikat hijrah Nabi Muhammad saw dari Mekkah ke/menuju Madinah. Hendaknya, umat Islam mampu mentransformasikan Tahun Baru Hijriyah ke Miladiyah untuk kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik dan bermanfaat. Wa Allah-u a‘lam-u bi ‘l-shawab
No comments:
Post a Comment