Wednesday 1 May 2019

Mengenang Ibu

2 comments:
“Geura bobo atuh. Ibu mah teu nanaon,” kata Ibu sambil terbaring dan beristigfar. Karena rasa kantuk tak tertahan, saya pun tertidur di klinik tapi salah satu teteh saya tetap terjaga. Saya tak pernah berpikir bahwa itu merupakan pesan terakhir Ibu.

Ibu adalah orang yang paling berpengaruh bagi kami, anak-anaknya. Sepertinya secara umum memang dalam sebuah keluarga, faktor yang paling berperan secara psikologis bagi anak-anak adalah ibu. Bagi saya sendiri, Ibu lebih dari itu. Ia teman curhat yang sebenarnya. Sering saya menelepon Ibu untuk sekadar bertanya kabar dan mengobrol, mengobrol tentang apa pun. Ada satu nasihatnya yang selalu tebersit: “Pokokna mah tulung tinulung bae.”

Tuesday 18 December 2018

Cinta Lakshmi untuk Gayatri

No comments:
Perempuan dan pembalut adalah dua hal tak terpisahkan. Ke mana pun ia pergi, pembalut akan setia menemaninya. Sebentar! Status iseng ini tak hendak menggambarkan bahwa saya orang yang benar-benar paham persoalan-persoalan perempuan. Ini hanya sekadar pelajaran yang saya ambil dari sebuah film India dibintangi Akshay Kumar, Pad Man (2018).

Saya tahu film ini dari idola saya, Mariyo Suniroh yang mengabdikan hidupnya ke dalam kerja-kerja kebudayaan. Kak Mariyo adalah pengampu Angkringan Gondrong (Anggon)—sebuah nama yang diambil dari penampilannya meski ia sekarang tak lagi gondrong. Alasannya tak lagi gondrong … entahlah. Mungkin kita perlu bertanya langsung kepadanya.

Tak Ada Anak yang Dungu

No comments:
Film ini saya tonton di masa libur Lebaran. Ceritanya tentang seorang anak yang mengidap disleksia, semacam gangguan penglihatan dan pendengaran yang disebabkan kelainan saraf pada otak sehingga anak sulit membaca. Terus terang, saya “terlambat” menontonnya.

Film yang dibintangi dan disutradarai Aamir Khan ini bagus karena memberikan kita kesadaran bahwa pada hakikatnya tak ada anak yang dungu. Yang ada hanyalah tipe kecerdasan yang unik pada setiap anak. Ketika santri, misalnya, saya temukan di antara teman-teman yang kuat di matematika tapi lemah di hafalan, yang lemah di hampir semua mata pelajaran tapi main musiknya berbakat sekali, dan sebagainya.

Saturday 8 December 2018

Catatan Paruh Waktu tentang Islam di Hati dan Pikiran Bung Karno

No comments:
“... apa yang kita “cutat” dari Kalam Allah dan Sunah Rasul itu? Bukan apinya, bukan nyalanya, bukan! Abunya, debunya, ah ya, asapnya!”

Bung Karno, pada masa pembuangannya di Ende, pertama kali mengirim surat kepada A. Hassan pada 01 Desember 1934. Dalam surat tersebut, ia minta dihadiahi beberapa buku. Di antaranya, pengajaran salat dan sebuah risalah tentang “sayid”.

“Ini buat saya bandingkan dengan alasan-alasan saya sendiri tentang hal ini. Walaupun Islam zaman sekarang menghadapi soal-soal yang beribu-ribu kali lebih besar dan lebih sulit daripada soal “sayid” itu, maka toh menurut keyakinan saya, salah satu kecelaan Islam zaman sekarang ini, ialah pengeramatan manusia yang menghampiri kemusyrikan itu,” tulisnya ketika itu.