Monday 28 December 2009

Transformasi Tahun Baru Hijriyah ke Miladiyah

No comments:

Di penghujung tahun 2009, tahun yang telah terjadi di dalamnya persoalan-persoalan bangsa yang belum teratasi secara optimal, kita tahu bahwa peringatan Tahun Baru Hijriyah dekat dengan peringatan Tahun Baru Miladiyah (Masehi). Peringatan tersebut juga memiliki makna yang berarti bagi umat Islam secara khusus dan bangsa Indonesia secara umum. Hanya selang dua minggu umat Islam di Indonesia yang tadinya memperingati Tahun Baru Hijriyah bersegera untuk memperingati Tahun Baru Miladiyah.

Dalam Islam, tidak pernah ada larangan untuk memperingati hari-hari tertentu yang dianggap besar maknanya dan menghasilkan kebaikan serta kemaslahatan bagi umat manusia secara keseluruhan. Islam selalu menganjurkan bahkan memerintahkan para penganutnya untuk melakukan segala sesuatu yang menghasilkan manfaat dan maslahat dalam hidup. Sesuai dengan apa yang telah disabdakan oleh Nabi besar Muhammad saw: “Sebaik-baik keislaman sesorang itu adalah meninggalkan hal-hal yang idak bermanfaat baginya (al-Hadis).” Maka, peringatan hari-hari tertentu yang dianggap besar maknanya dalam Islam sangat dianjurkan asalkan menghasilkan manfaat dan maslahat.

Dengan demikian, sudah sepantasnya umat Islam menyadari betapa pentingnya momentum Tahun Baru Hijriyah. Sebab, peristiwa tersebut merupakan bagian dari sejarah perjalanan panjang Nabi Besar mereka.


Tahun Baru Hijriyah dalam Islam

Islam adalah agama yang mengubah mitos menjadi logos, mengubah sesuatu yang tadinya tidak rasional menjadi rasional. Sebab, Islam adalah agama yang cocok dengan akal manusia (al-mula’im-u li ‘l-‘uqul). Segala sesuatu yang diperintahkan dalam Islam memberikan hikmah, entah hikmah yang dapat kita ketahui secara zahir maupun tidak. Oleh karena itu, Islam selalu mendasarkan setiap ajarannya kepada spirit ukhrawi tanpa harus melupakan spirit dunyawi.

Dalam sejarah Islam tercatat bahwa penentuan kalender/tahun Hijriyah merupakan salah satu keberhasilan dari pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Penentuan tersebut didasarkan pada hijrahnya Nabi Besar Muhammad saw bersama para sahabat dari Mekkah ke/menuju Madinah untuk menghindari tekanan dari kaum kafir Quraisy ketika itu. Sebab, umat Islam ketika berada di Mekkah selalu diperlakukan dengan tidak adil sehingga mereka berhijrah untuk masa depan yang lebih baik. Pada hakikatnya, peristiwa tersebut mengandung hikmah.

Kata hijriyah atau hijrah di dalam kamus Hans Wehr (A Dictionary of Modern Written Arabic, Third Printing, London: George Allen and Unwin LTD, 1971), diambil dari kata hajar-a – yahjur-u yang berarti to emigrate, to dissociate, etc., yang secara sederhana dalam bahasa Indonesia berarti berpindah dari satu tempat ke/menuju tempat yang lain. Maka, dalam struktur kata bahasa Arab, kata hajar-a harus selalu disertai dengan kata min (dari) dan kata ila (ke/menuju). Contohnya, hajar-a fulan min-a ‘l-syarr-i ila ‘l-khayr, si fulan telah berpindah dari keburukan ke/menuju kebaikan. Dari peristiwa hijrah Nabi Besar Muhammad saw bersama para sahabat kita dapat memetik hikmah bahwa tindakan mereka didasarkan pada keinginan untuk berpindah dari situasi yang buruk (al-syarr) ke/menuju situasi yang baik (al-khayr).

Oleh karena itu, keinginan untuk berhijrah di dalam Islam harus dilandasi spirit memperoleh kebaikan yang lebih baik dan bermakna. Seorang Muslim hendaknya memaknai hijrah tidak hanya sebatas peristiwa sejarah belaka, tapi juga memaknai hijrah sebagai peristiwa yang mengandung spirit kehidupan bermanfaat.

Transformasi Tahun Baru Hijriyah ke Miladiyah

Seperti yang telah terjadi pada tahun sebelumnya, penghujung tahun 2009 selang dua minggu umat Islam di Indonesia yang tadinya memperingati Tahun Baru Hijriyah bersegera untuk memperingati Tahun Baru Miladiyah. Dengan kata lain, umat Islam di Indonesia dituntut untuk mampu memaknai dengan baik dan mentransformasikan spirit Tahun Baru Hijriyah ke Tahun Baru Miladiyah agar peingatan kedua tahun baru tersebut tidak hanya sebatas seremonial belaka.

Spirit Tahun Baru Hijriyah adalah perpindahan umat Islam dari keburukan menuju kebaikan, hal-hal negatif menuju hal-hal positif, yang harus diterjemahkan ke dalam perpindahan Tahun Baru Miladiyah. Bangsa Indonesia secara umum yang pada awalnya bermalas-malasan harus mampu merubah kebiasaan malas mereka menjadi kebiasaan rajin yang diisi dengan produktifitas tinggi seperti berdisiplin dalam dunia kerja, mengisi kekosongan dengan pekerjaan-pekerjaan bermanfaat, dan lain sebagainya. Semangat transformasi tersebut merupakan semangat Kitab Suci yang tercatat dalam QS: al-Insyirah: 07: “Jika engkau telah selesai mengerjakan sesuatu bersegeralah untuk mengerjakan sesuatu yang lain”.

Tentunya, banyak sekali kebiasaan lain di tahun 2009 yang harus kita ubah di tahun 2010 berdasarkan spirit Tahun Baru Hijriyah. Apabila spirit tersebut dapat kita tanamkan secara optimal niscaya persoalan-persoalan bangsa ini dapat teratasi bersama.

Umat Islam di Indonesia

Penduduk Indonesia sebagian besar terdiri dari umat Islam yang tersebar di belahan pulau. Dengan demikian, umat Islam di Indonesia memikul tanggung jawab bangsa. Sebab, kehidupan mereka dalam berbangsa dan bernegara menjadi cerminan Indonesia bagi negara lain. Apabila mereka memiliki tradisi buruk maka buruklah citra bangsa ini.

Transformasi Tahun Baru Hijriyah ke Miladiyah memiliki makna yang berarti bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Makna tersebut dapat dipahami dengan kesadaran seorang Muslim untuk merenungkan kembali hakikat hijrah Nabi Muhammad saw dari Mekkah ke/menuju Madinah. Hendaknya, umat Islam mampu mentransformasikan Tahun Baru Hijriyah ke Miladiyah untuk kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik dan bermanfaat. Wa Allah-u a‘lam-u bi ‘l-shawab

Kontroversi 2012 dan Pelarangan MUI

No comments:

Belum lama ini, pada 13 November 2009, sebuah film kontroversial berjudul 2012 telah diputar di bioskop-bioskop sekitar. Film yang disutradarai oleh Roland Emmerich tersebut bercerita tentang ramalan hari kiamat yang dikemukakan sesuai dengan Kalender Hitungan Panjang Maya–sebuah suku yang tinggal di semenanjung Yucatan, Amerika Tengah yang berbatasan dengan Samudera Pasifik di sebelah barat, dan Laut Karibia di sebelah timur.

Film tersebut berkisah tentang ide peristiwa hari kiamat global yang bersamaan dengan akhir putaran Kalender Hitungan Panjang Maya pada atau sekitar 12 Desember 2012 (titik balik matahari musim dingin belahan Bumi utara). Film ini menarik begitu banyak pengunjung bioskop yang berasal dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda-beda. Sebab, kisah intinya adalah peristiwa hari kiamat yang menjadi unsur penasaran dari para pengunjung tersebut.

Di dalam ajaran agama sendiri, peristiwa eskatologis (hari kiamat) tidak dapat diketahui pastinya karena di luar kemampuan akal manusia. Namun, ilmu pengetahuan manusia hanya dapat membantu manusia untuk mengetahui faktor-faktor kehancuran bumi saja seperti pemanasan global dan lain-lain, tapi manusia tetap saja tidak berdaya untuk menentukan pastinya. Bahkan, Kitab Suci secara tegas memberikan keterangan bahwa sesungguhnya hari kiamat akan terjadi di luar kemampuan manusia.

Kepercayaan suku Maya terhadap hari kiamat global tidak dapat dinegasikan oleh umat beragama di Indonesia. Sepatutnya, toleransi terhadap kepercayaan tersebut menjadi spirit bagi umat beragama di Indonesia. Maka, kepercayaan mereka yang dimanifestasikan di dalam Film 2012 harus tetap dihormati karena itu sesuai dengan keyakinan mereka.

Mengikuti alur kisah Film 2012 sebenarnya, tidak dapat disimpulkan bahwa pelbagai kehancuran yang terjadi di dalam film tersebut merupakan hari kiamat. Sebab, perbincangan soal hari kiamat terkait dengan perbincangan eskatologis dan tidak satu pun manusia yang akan selamat ketika itu terjadi.

Sekilas tentang Eskatologi

Eskatologi berasal dari kata eschalos dalam bahasa Yunani yang berarti ‘yang terakhir’, ‘yang selanjutnya’, dan ‘yang paling jauh’. Secara umum merupakan keyakinan yang berkaitan dengan kejadian-kejadian akhir hidup manusia seperti kematian, hari kiamat, hari berakhirnya dunia, saat akhir sejarah, dan lain-lain (Musa Asy’arie, 2002: 239).

Ketika kata eschalos disandingkan dengan kata logos yang menjadi eskatologi dalam bahasa Indonesia berarti ilmu atau pengetahuan tentang hal-hal akhir, hal-hal pamungkas, atau yang menyangkut realitas akhirat sebagai akhir kehidupan seperti kematian, kebangkitan, pengadilan terakhir, serta kiamat sebagai akhir dunia. Dengan demikian, berdasarkan hal di atas sesungguhnya eskatologi dapat dialami setelah kematian.

Di samping itu, dari perbincangan seputar persoalan-persoalan eskatologis melahirkan asketisme – sebuah pandangan hidup yang menjadikan alam akhirat sebagai tujuan utama dalam hidupnya tanpa melupakan kewajibannya di alam dunia. Begitu besar pengaruh perbincangan tentang eskatologi sehingga ia sering juga diartikan dengan realitas setelah hari kiamat atau kematian. Bahkan, gambaran kronologis tentang keduanya telah diungkapkan di dalam Kitab Suci.

Pengertian Hari Kiamat dan 2012

Berita-berita maupun tanda-tanda tentang hari kiamat banyak disinggung di dalam al-Qur’ān. Banyak sekali ayat-ayat yang berkaitan erat dengan kebangkitan dan kehidupan setelah mati. Bahasa-bahasa yang digunakan sebagai simbol yang menunjukkan kepastian hari kiamat beragam sekali seperti Hari Penegasan (Yawm al-Qiyāmah), Hari Akhir (al-Yawm al-Ākhir), Hari yang Dijanjikan (al-Yawm al-Maw‘ūd), Hari Keputusan (Yawm al-Fashl), dan lain sebagainya.

Dari seluruh bahasa simbol tentang hari kiamat (eskatologi) yang di atas, pada hakekatnya hanya mengandung satu pesan inti yakni keimanan dan setiap manusia tidak ada yang selamat. Maka, hari kiamat yang digambarkan dalam Film 2012 tidak sama seperti yang digambarkan dalam Kitab Suci. Sebab, kenyataannya di akhir film tersebut manusia masih hidup dan bertahan hidup. Dengan demikian, jelas sekali bahwa kiamat yang dimaksud hanya sebatas bencana dan tidak terkait dengan masalah keimanan umat beragama dewasa ini.

Pelarangan MUI

Belum lama ini fatwa pelarangan diputarnya Film 2012 diberlakukan oleh MUI. Bahkan, MUI Malang, Jawa Timur, sudah melarang peredaran film tersebut di wilayah mereka karena dianggap menyesatkan. Beredar kabar, MUI Jakarta maupun Pusat akan memberlakukan hal yang sama.

Sebenarnya, fatwa tersebut tidak perlu diberlakukan karena semua gambaran tentang kehancuran dunia dalam film tersebut hanya sebatas adegan film yang memang didukung efek canggih dan mengggambarkan kehancuran dunia yang kemudian diinterpretasikan sebagai kiamat yang terinspirasi dari ramalan Suku Maya yang memperkirakan kiamat terjadi pada 21 Desember 2012 nanti.

Jadi, tidak ada masalah bagi umat beragama untuk menonton film tersebut dan tidak sepatutnya MUI melarang peredarannya dengan alasan menyesatkan. Sebab, keyakinan umat beragama saat ini telah mengalami proses pendewasaan dan tidak dapat dibatasi begitu saja dengan perlarangan.

Catatan: Tulisan ini telah dimuat di Paramadina Magazine (Parmagz), Volume 1, Tahun 2, Desember 2009