Friday 31 July 2009

Endih menyekolahkan anak dengan usaha fotokopi

No comments:
Biodata

Nama: Endih Muhidin
Tempat/Tgl. Lahir: Jakarta, 31 Desember 1949
Istri:
Juz’aniah
Pendidikan: Sekolah Rakyat

Setiap orang ingin menikmati hari-hari tuanya dengan nyaman. Bahkan, ada yang menikmati hari-hari tuanya/masa pensiun dengan cara beristirahat total dari pekerjaan yang telah ia lakoni dulu. Berbeda dengan Endih, seorang bapak yang telah berusia 59 tahun ini tidak pernah terpikir di dalam benaknya untuk berhenti berjuang demi anak-anaknya yang masih menempuh perkuliahan di beberapa universitas.

Endih yang saat ini bertempat tinggal di Pandeglang-Banten bersama istrinya selalu menghabiskan waktunya di rumah. Usaha fotokopi yang digelutinya dari tahun 1995 sampai sekarang sanggup membiayai anak-anaknya sekolah sampai jejang strata 1 (S1). Usaha tersebut juga mampu memenuhi semua kebutuhan keluarga.

Ketekunan dalam bekerja selalu menjadi prinsip utama bagi Endih. Usianya yang cukup tua tidak pernah dijadikan alasan olehnya untuk berhenti bekerja keras demi mendapatkan penghasilan yang lebih baik untuk membahagiakan anak-anaknya. Sehingga, kebutuhan anak baginya nomor satu.

“Kebutuhan saya tidak lebih penting daripada kebutuhan anak-anak saya. Hari-hari tua bukanlah saat-saat untuk berpoya-poya. Hari-hari tua adalah saat-saat untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anak,” tuturnya.

Pada awalnya, usaha fotokopi yang telah ditekuni oleh Endih tidak berjalan mulus. Ada dinamika yang tidak bisa dihindarkan. Ada saat-saat di mana seseorang harus naik dan ada saat-saat seseorang harus turun. Perjalanan usahanya yang bertahun-tahun sempat terjatuh. Namun, dengan bermodalkan kerja keras yang dibarengi dengan ketekunan ia mampu untuk bangkit dan mengembalikan stabilitas usahanya.

Endih mengaku bahwa usaha fotokopi hanya menghasilkan keuntungan sekitar satu juta rupiah per hari. Penghasilan tersebut bisa mencukupi kebutuhan hidupnya bersama keluarga.

Beralih ke fotokopi

Sebelum membuka usaha fotokopi, Endih pernah menekuni berbagai macam usaha seperti usaha mebel, warung nasi bersama istri dan lain sebagainya. Mengingat posisi rumah sangat strategis karena dekat dengan berbagai kantor-kantor instansi pemerintah seperti kantor Kecamatan, Polisi Sektor (Polsek), sekolah-sekolah, dan lain-lain, Endih memutuskan untuk beralih dari usaha warung nasi ke usaha fotokopi. “Sebab, pada tahun 1995 tidak ada usaha yang sejenisnya dan usaha fotokopi lebih prospektif,” katanya.

Selama usaha fotokopi tersebut berjalan terdapat pelbagai pelanggan yang datang dari daerah-daerah sekitar. Bahkan, sempat ada pelanggan yang berasal dari kantor instansi pemerintah kota Pandeglang pusat. Pelayanan yang baik dan hasil fotokopi yang memuaskan merupakan alasan yang membuat para pelanggan untuk tidak pindah ke yang lain.

Di samping usaha fotokopi, Endih juga gemar menambak ikan. Tambak ikan, selain hobinya, merupakan juga hasil tambahan yang didapat dari usaha. Kejenuhan dalam usaha fotokopi selalu terobati dengan mengunjungi tambak ikan yang dilakoninya juga.

Balong atau tambak ikan adalah usaha kedua. Setiap sore saya selalu mengontrol tambak sambil memberi makan ikan-ikan dan menikmati hari,” kata Endih.

Usaha fotokopi dan tambak ikan bagi Endih, membutuhkan kerja keras tanpa mengenal lelah. Ada saat-saat untuk kita beristirahat dari satu pekerjaan dan kita harus beranjak ke pekerjaan yang lain. Setiap hari ia membuka tokonya mulai dari pukul 07.00-17.00 WIB dan setelahnya ia pergi menuju tambak ikan.

Seiring dengan banyaknya usaha fotokopi yang berkembang saat ini, tidak membuat Endih merasa tersaingi. Malah, perkembangan tersebut menjadikannya tetap konsisten untuk melanjutkan usaha fotokopi yang selama ini telah dilakoniya selama bertahun-tahun.

Tulisan ini telah diajukan sebagai tugas workshop jurnalistik Paramadina Magazine (Parmagz) dan Kompas di Univ. Paramadina. Jakarta, 27-30 Juli 2009.