Tuesday 18 December 2018

Tak Ada Anak yang Dungu

Film ini saya tonton di masa libur Lebaran. Ceritanya tentang seorang anak yang mengidap disleksia, semacam gangguan penglihatan dan pendengaran yang disebabkan kelainan saraf pada otak sehingga anak sulit membaca. Terus terang, saya “terlambat” menontonnya.

Film yang dibintangi dan disutradarai Aamir Khan ini bagus karena memberikan kita kesadaran bahwa pada hakikatnya tak ada anak yang dungu. Yang ada hanyalah tipe kecerdasan yang unik pada setiap anak. Ketika santri, misalnya, saya temukan di antara teman-teman yang kuat di matematika tapi lemah di hafalan, yang lemah di hampir semua mata pelajaran tapi main musiknya berbakat sekali, dan sebagainya.

Kembali sejenak ke masa lebih jauh. Waktu kecil, saya pernah menemukan seorang teman yang sulit sekali belajar mengaji (huruf Arab). Padahal, ia rajin sekali belajar. Bahkan, ia mungkin lebih rajin dari yang lain. Namun, sayangnya ia tak melanjutkan belajar mengajinya karena tak tahan ejekan teman-teman dan gurunya.

Adik bungsu saya juga sempat bercerita. Di kelas 3 SD, ia sulit sekali membaca karena setiap huruf yang ada di kepalanya sering terbalik, seperti apa yang digambarkan dalam film. Ia pun sering disetrap dan ibu gurunya terpaksa datang ke rumah untuk menemui Ibu. Meski begitu, Ibu tidak pernah marah karena tahu si bungsu bukan pemalas. Ia malah meminta Bapak membeli papan tulis dan meminta teteh pertama saya mengajarinya secara perlahan setiap hari sampai ia bisa membaca dengan baik.

Sumber: Wikimedia Commons
Setelah menonton film itu, saya langsung sadar bahwa itu semua masalah disleksia dan masalah disleksia bukan masalah sederhana. Jika tidak ditangani, akan berdampak buruk pada mental si anak. Setiap orang perlu tahu gejala ini.

Terakhir, saya ingin mengutip ungkapan Pak Budhy Munawar Rachman, “Tontonlah film India sebelum film India semakin bagus.”

No comments: