Nurcholish Madjid (yang akrab disapa Cak Nur [1939-2005]) telah memberikan berbagai penyegaran pemikiran dalam isu-isu soal keislaman. Salah satu gagasan pembaruannya dalam soal tersebut adalah pluralisme yang sering kali menjadi hal kontroversial di kelompok-kelompok Islam yang cenderung tidak setuju.
Pluralisme menurut Cak Nur, adalah sebuah paham yang menganggap adanya kebenaran di agama-agama lain. Sebab, agama yang benar adalah agama yang mengakui keesaan Tuhan (tawhīd), berbeda dengan paham para pengkritiknya yang menganggap bahwa pluralisme adalah paham yang menganggap semua agama itu sama.
Tidak hanya soal keislaman, Cak Nur juga banyak memberikan gagasan baru dalam soal kemodernan dan keindonesiaan. Pluralisme sebenarnya, berangkat dari spirit keagamaan yang dimiliki Cak Nur yang memiliki cakupan luas dalam konteks kemodernan dan keindonesiaan. Pluralisme juga merupakan gagasan yang merespon kemajemukan di Indonesia dan toleransi keberagamaan di masa modern.
Islam dan Pluralisme Nurcholish Madjid (Jakarta: PSIK Universitas Paramadina, 2007) yang ditulis Budhy Munawar-Rachman merupakan sebuah karya yang memadatkan gagasan-gagasan pluralistiknya. Buku tersebut menurut Budhy sendiri, memang diterbitkan isinya persis seperti “Pengantar” dalam Ensiklopedi Nurcholish Madjid, dan pendekatan yang dipakai adalah deskriptif, memaparkan apa adanya secara sistematis pikiran-pikiran Cak Nur terutama pluralisme.
Di bagian awal buku, Budhy menyeru para pembaca untuk membaca kembali pikiran Cak Nur secara utuh dan menyeluruh. Dimulai dengan biografi intelektual, para pembaca hendaknya memahami dengan apa adanya latar belakang perjalanan hidup Cak Nur sehingga dapat dipahami bahwa pikiran-pikiran Cak Nur sama sekali tidak berdiri di atas angin. Namun, pikiran-pikirannya lahir dari kehidupan sosial-keagamaan yang bagi Cak Nur membutuhkan ide-ide penyegaran dan etika al-Qur’an adalah solusi legitimatif untuk menyampaikan ide-ide tersebut.
Di bagian selanjutnya, Budhy merefleksikan gagasan-gagasan Cak Nur sebagai argumen filosofis tentang keimanan demi peradaban. Di bagian ini, pikiran-pikiran Cak Nur dipadatkan ke dalam beberapa hal: 1) agama sebagai pesan; 2) takwa sebagai dasar pengalaman keimanan; 3) banyak jalan menuju Tuhan, dan; 4) ibadat sebagai pengalaman kehadiran Ilahi. Keempat hal ini sudah sering dibahas di berbagai tulisan Cak Nur, namun masih bersifat umum. Budhy berhasil memaparkan pemadatan pembahasan dengan menyajikan kutipan yang diambil dari tulisan-tulisan Cak Nur. Bagi Cak Nur, dalam garis besarnya al-Qur’an itu adalah “pesan keagamaan” yang harus selalu dirujuk dalam kehidupan keagamaan seorang Muslim. Seluruh isi al-Qur’an―bahkan semua Kitab Suci yang pernah diturunkan kepada para nabi―pada dasarnya merupakan “pesan keagamaan” itu.
Di bagian ketiga, Budhy memaparkan pemadatan pikiran-pikiran Cak Nur soal Islam sebagai sumber keinsyafan, makna, dan tujuan hidup. Di bagian ini, pikiran-pikiran Cak Nur dipadatkan ke dalam tataran teologis tanpa mengabaikan aspek-aspek sufisme (tashawwuf). Pembahasan tentang kepribadian kaum beriman dan simpul keagamaan yang membawa makna hidup: istighfar, syukur, dan doa merupakan aspek sufisme yang menekankan “kesadaran Ketuhanan” yang dimaknai dengan kesadaran bahwa Tuhan selalu hadir di setiap amal-usaha hidup manusia. Sedangkan, pikiran-pikiran Cak Nur yang lain dipadatkan ke dalam tataran teologis-eskatologis (masalah Hari Akhir) yang melibatkan ateisme dalam cermin monoteisme, kejatuhan manusia dan konsep khilafah, dan peristiwa-peristiwa keagamaan seperti Isra’ Mi‘raj dan Hijrah Nabi.
Di bagian keempat, Budhy memadatkan pikiran-pikiran Cak Nur tentang Islam dalam tantangan modernitas. Di bagian ini, pikiran-pikiran Cak Nur tentang demokrasi dalam sistem kenegaraan, etika politik, pluralisme, dan keislaman dalam kontek kemodernan dipaparkan dengan detail. Bagi Cak Nur, sepatutnya umat Islam saat ini belajar lagi menjadi modern dengan menghilangkan masalah psikologi: yaitu takut melakukan kontak dengan orang lain (xenophobia).
Di bagian terakhir, Budhy memberikan penutup dengan memadatkan pikiran-pikiran Cak Nur soal pemikiran Islam di kanvas peradaban. Di bagian terakhir ini, pikiran-pikiran Cak Nur tentang peradaban Islam yang dipaparkan Budhy dilatarbelakangi keresahan Cak Nur akan menguatnya kultus dan fundamentalisme di umat Islam. Sebenarnya, pemikiran keislaman Cak Nur yang terefleksi hendak menjawab tantangan Islam dari dua sudut ekstrem ini.
Terakhir, buku ini memang sebuah ringkasan dari pikiran-pikiran Cak Nur yang tertulis dalam Ensiklopedi Nurcholish Madjid sebagai bahan untuk program kampus Nurcholish Madjid Memorial Lecture yang telah diinisiasi oleh Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina dan Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF) di tahun 2007. Walaupun demikian, buku ini tetap otoritatif untuk dijadikan pembuka pintu gerbang menuju pemikiran-pemikiran Cak Nur yang utuh dan menyeluruh.
No comments:
Post a Comment