Wednesday 16 July 2014

Jejak Radikalisme Marco

Sekolah Pemikiran Pendiri Bangsa (SPPB) yang diadakan Megawati Institute kembali hadir dengan perbincangan tentang Marco Kartodikromo di Jalan Proklamasi pada Selasa, 08 Juli 2014. Perbincangan yang diadakan menjelang berbuka puasa itu dihadiri para peserta yang telah lolos seleksi dan diisi Hilmar Farid.

www.megawatiinstitute.org
Pada awal penyampaiannya, Hilmar menjelaskan arti sesungguhnya dari modernitas. Modernitas dalam pandangan Hilmar adalah sebuah zaman di mana posisi atau kedudukan setiap orang sama dalam sejarahnya. Dengan kata lain, kita mendudukkan Marco sebagai seorang tokoh pergerakan yang sama dengan para tokoh-tokoh lain dalam sejarah bangsa (tanpa bayang-bayang Orde Baru).

“Pada masa orde baru, sejarah ditulis ulang untuk membuang unsur-unsur yang tidak sesuai dengan pandangan dan sikap rezim. Contohnya gerakan nasionalis yang dibersihkan dari unsur radikal dan anti-kolonialnya dan disebut sebagai ‘pergerakan nasional’ yang seolah-olah melintasi batas ideologi dan organisasi demi persatuan dan kesatuan,” tuturnya.

Marco Kartodikromo merupakan tokoh pergerakan yang tidak begitu dikenal. Karya-karyanya juga sulit ditemukan. Meski demikian, ia adalah figur menarik dalam sejarah Indonesia modern. Ia hanya lulusan dari sekolah menengah tapi ia tampil di atas panggung pergerakan pada masa awal dengan pemikiran dan praktek politik yang radikal dan juga orisinal. Ia aktif dalam bidang pers.

“Buku terbaik yang menggambarkan pergerakan Marco Kartodikromo adalah Zaman Bergerak yang ditulis oleh Takashi Shiraishi,” kata Hilmar. “Sebab, sejarah yang digambarkan dalam buku tersebut bukanlah pergeseran dari pemberontakan petani tradisional ke organisasi politik modern, tapi sejarah yang digambarkan adalah paduan antara pemberontakan dengan penyebaran ide dan juga pembangunan organisasi,” lanjutnya.

Gerakan modern memberi arah dan warna kepada gerakan yang terjadi di akar rumput, dan Marco menjadi tokoh yang sangat penting. “Ia menjadi semacam penghubung antara kaum intelektual yang memimpin surat kabar yang menyuarakan pendapat serta kepentingan orang banyak dan rakyat yang bergerak di tingkat kampung,” jelas Hilmar.

Marco adalah sosok yang istimewa. Pergerakannya tidak berangkat dari ideologi atau gagasan besar, melainkan dari tanggapan langsung terhadap ketidakadilan dalam kenyataan. Ia memanfaatkan posisinya dengan baik sebagai jurnalis untuk menyuarakan keadilan, sehingga kesadaran di masyarakat bisa muncul.

“Dalam hal itu, gaya menulis menjadi sangat penting untuk memberikan pengaruh kepada perkembangan pemikiran. Marco menulis apa yang didengar dan dilihat ketika para pujangga istana di Jawa pada abad 19 atau para priyayi terpelajar yang diangkat menjadi pegawai kolonial menulis laporan resmi untuk atasan mereka,” kata Hilmar.

Marco adalah sosok yang unik. “Ia hidup pada sebuah masa yang disebut oleh Pramoedya sebagai masa ‘kebangkitan’ [1898-1918]. Pada masa tersebut, muncul berbagai gagasan baru yang belum pernah diketahui orang dalam sejarah pergerakan bangsa,” terang Hilmar menutup perbincangan.

No comments: