Saturday, 29 November 2014

Fadly, Piyu dan Padi

Dalam beberapa kesempatan, saya berdiskusi dengan teman-teman tentang Padi. Momen tersebut begitu santai karena kami melakukannya sambil menikmati kopi. Diskusi yang diwarnai canda dan tawa itu sungguh bermakna.

Padi adalah salah satu grup musik ternama di Indonesia yang didirikan pada 8 April 1997. Mereka terdiri dari Ari (gitar), Fadly (vokal), Piyu (gitar), Rindra (bas) dan Yoyo (drum). Mereka bisa sukses karena muncul dengan alunan gitar yang begitu dominan meski Yoyo juga punya karakter kuat menabuh drum.

Pada era 90-an, grup-grup musik ternama yang sudah terkenal memiliki aransemen musik yang begitu dominan dengan keyboard seperti Kahitna dan Dewa 19. Padi hadir dengan menampilkan corak berbeda. Itu yang saya ingat.

Saya sejujurnya belum pernah menonton konser Padi secara langsung. Saya hanya mengoleksi album-albumnya dan menghadiri penampilan Piyu di beberapa forum ketika ia meluncurkan bukunya, Piyu: From the Inside Out (Jakarta: Elex Media, 2011). Meski begitu, saya banyak membaca tulisan-tulisan tentang Padi.

Padi kini mengalami “kebekuan”. Grup musik itu tidak bubar, tapi Piyu sebagai rohnya sedang asyik dengan jalur yang ia tempuh dalam dunianya sendiri. Ia sibuk berbisnis dan menciptakan lagu-lagu untuk para penyanyi lain. Ia bahkan sempat berujar dalam sebuah kesempatan di Just Alvin bahwa baginya 80% adalah bisnis dan 20% adalah seni.

Bagi saya, ungkapan Piyu tentang bisnis dan seni adalah ungkapan yang sesuai dengan realita kehidupan. Ungkapan itu begitu tulus ketika jiwa bisnisnya semakin tumbuh dan sukses. Ungkapan itu mencerminkan seorang musisi yang punya pilihan hidup.

Transformasi Piyu dalam menciptakan lagu begitu ekstrim. Lagu-lagu yang ia ciptakan untuk Padi punya spirit berbeda dari lagu-lagu yang ia ciptakan untuk para penyanyi lain. Lagu-lagu yang ia ciptakan sekarang penuh dengan lirik melankolis seolah-olah hidup itu selalu dibayang-bayangi depresi dan sakit hati.

Sedangkan, lagu-lagu yang ia ciptakan untuk Padi penuh dengan semangat hidup dan optimisme. Setiap lagu yang bertema cinta dalam album-album Padi memberi makna hidup baru dalam memahami cinta. Dari Piyu, kita tahu bahwa cinta bukan hanya sekadar kata dan cinta tak hanya diam.

Pada saat mendirikan Padi, Piyu memang terobsesi Slank. Ia melihat Slank sebagai grup musik yang memiliki sejarah panjang dan penggemar fanatik. Slankers bahkan sering membawa bendera Slank meski konser yang ditonton itu bukan konser Slank. Sehingga, dalam beberapa album Padi ada ucapan terima kasih secara khusus kepada mereka.

Lagu-lagu Piyu yang ia ciptakan untuk Padi selalu hadir dengan konsep matang. Hal itu wajar bila kita melihat rentang waktu dari album pertama sampai kelima. Padi terkenal begitu lambat dalam mengeluarkan album, tapi dua tahun adalah waktu yang pas untuk merenungkan apa yang akan menjadi tema utama dalam setiap album.

Selain Piyu, ada Fadly dan Yoyo yang juga menciptakan beberapa lagu untuk album-album Padi. Lagu Bidadari adalah sumbangan besar Yoyo melengkapi kesempurnaan Lain Dunia (1999). Liriknya begitu puitis dan sulit diabaikan.

Fadly punya karakter berbeda. Saya punya perhatian lebih besar dalam mendengarkan lagu-lagu yang ia ciptakan. Ia suka menciptakan lagu yang mudah didengarkan meski liriknya tetap bermakna seperti Ke Mana Angin Berhembus dalam Sesuatu Yang Tertunda (2001) dan Akhir Dunia dalam Padi (2005).

Fadly adalah musisi yang sangat bersahaja. Setelah sekian lama mengikuti akun Twitter-nya: @FadlyPadi13, saya bisa memahami idealisme yang ia junjung dalam dunia musik. “Jangan biarkan karyamu mengendap” adalah ungkapan yang sering ia sampaikan.

Selama Padi mengalami “kebekuan”, Fadly memang fokus menciptakan lagu untuk anak-anak bersama Rindra seperti Baca Bukumu dan Kakakku Sayang. Saya lupa kapan pastinya dua lagu itu diciptakan. Pesan yang disampaikan bagus sekali dan saya suka, tapi sayangnya hanya sedikit orang yang tahu.

Fadly tak ingin karyanya mengendap. Karena alasan itu, ia bersama Rindra dan Yoyo dibantu Stephan Santoso membentuk Musikimia pada 17 Agustus 2012. Sedangkan, Ari memilih bertindak di belakang layar sebagai manager.

Menurut Fadly sendiri, Musikimia adalah wadah bagi para sahabat lama yang punya niat berkumpul, mencintai musik dan menjadikan musik bagian penting dari kehidupan. “Dengan musik kami bersenyawa dan bisa memberikan edukasi melalui pengalaman yang kami punya selama berkiprah di dunia musik,” katanya (yang saya ingat).

Musikimia kini telah hadir mengobati kerinduan para Sobat karena spirit Padi yang selama ini dinantikan datang dalam wujudnya yang lain. Dalam hal ini, Yoyo pernah berujar bahwa ia hanya ingin bermain musik dengan tulus. Dengan demikian, para Sobat Padi bisa bersenyawa dengan Musikimia karena ketulusan Yoyo dan yang lain.

Indonesia adalah… (2013) adalah album pertama Musikimia yang sudah saya miliki. Album itu didedikasikan untuk Indonesia dan semua yang mencintainya. Di antara lima lagu yang ditampilkan, ada sebuah lagu yang didedikasikan untuk Wiji Thukul. Beberapa bait dari puisi-puisinya bahkan dibacakan dalam lagu tersebut.

Dengan teks judul album dan lagu yang diambil dari potongan tulisan tangan Bung Karno, Musikimia berusaha menghidupkan kembali semangat kebangsaan. Setiap lagu mengajak kita memahami kembali Indonesia dengan baik. Lagu yang diciptakan Yoyo, Ini Dadaku, mengajak kita untuk tidak melupakan sejarah karena sejarah negeri ini adalah sejarah pikiran.

Hanya ini yang ingin saya sampaikan untuk mengungkapkan kegelisahan saya selama ini. Saya bisa saja keliru karena tulisan ini begitu subjektif. Saya hanya ingin menekankan bahwa saya senang karena Padi yang mengalami “kebekuan” hadir kembali dalam wujudnya yang lain: Musikimia.

No comments: