Hadirin salat Jumat Universitas Paramadina yang berbahagia,
Pada kesempatan ini, marilah kita bersama-sama memanjatkan puja dan puji syukur kepada Allah swt yang telah memberikan kita nikmat yang tak terhingga sehingga kita dapat melaksanakan kewajiban usbū‘iyyah, menunaikan salat Jumat di tempat ini.
Selawat dan salam mari kita limpahkan kepada kekasih kita, Muhammad saw, Nabi akhir zaman, dan imam para rasul, yang telah membawa kita dari zaman kegelapan ke zaman keterangan seperti yang kita rasakan sekarang.
Hadirin yang berbahagia,
Tanpa maksud untuk menggurui atau mengajari, saya mengajak para hadirin sekalian untuk bersama-sama meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah swt karena takwa adalah pesan inti dari setiap khotbah Jumat. Takwa yang sebenar-benarnya adalah menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dan, takwa juga senantiasa merasakan Allah swt hadir bersama kita, dalam setiap aktivitas kita.
Pada kesempatan ini, saya diminta oleh pihak Dewan Keluarga Masjid (DKM) Universitas Paramadina untuk menyampaikan khotbah dengan tema yang berkaitan erat dengan maulid (mawlid) Nabi Muhammad saw dari perspektif yang berbeda. Tema yang berkaitan dengan hal tersebut tentu telah sering dibahas dari tahun ke tahun. Karena itu, khatib mencoba seoptimal mungkin memenuhi permintaan tersebut.
Hadirin yang berbahagia,
Di Indonesia, kita memiliki tradisi peringatan maulid Nabi. Tradisi peringatan maulid Nabi ini bertahan dari masa ke masa karena kecintaan umat Islam yang begitu dalam kepada Rasulullah saw. Bahkan, DKM Universitas Paramadina bekerja sama dengan klub menulis Lentera Badai Himpunan Mahasiswa Falsafah dan Agama (HIMAFA) mengadakan acara peringatan maulid Nabi.
Kita yakin bahwa acara tersebut diadakan karena kecintaan yang begitu dalam kepada Nabi Muhammad saw. Maka, berdasarkan hal tersebut khatib ingin menyampaikan khotbah ini dengan tema “Cinta Tak Hanya Diam”.
Terus terang saja, tema yang disampaikan dalam khotbah ini terinspirasi dari sebuah lagu Padi yang berjudul “Tak Hanya Diam” dan lagu tersebut menjadi lagu tema film Nagabonar Jadi 2. Cinta di sini bukanlah cinta yang biasa kita ucapkan sehari-hari. Cinta di sini adalah cinta yang bersifat transendental. Cinta yang akan selalu ada walaupun pengamalnya telah tiada dan cinta yang akan selalu ada walaupun bumi ini telah tiada. Seperti yang tertulis dalam lagu “Tak Hanya Diam”:
Dari sifat yang pertama, kejujuran (al-shidq). Kita dapat menyimpulkan bahwa kejujuran adalah segala-galanya dalam hidup dan kejujuran tidak bisa dihitung dengan harga. Dengan kejujuran kita menjadi orang-orang yang dipercaya (al-amānah) sehingga kita menjadi tahu yang baik dan buruk (al-fathānah). Setelah kita menjadi tahu yang baik dan buruk maka kita harus menyampaikan (al-tablīgh).
Demikianlah khotbah singkat yang dapat disampaikan. Semoga saja peringatan maulid Nabi yang sudah menjadi tradisi dari masa ke masa tidak hanya sekadar seremoni belaka. Tapi, tradisi peringatan maulid Nabi tersebut merupakan bukti kecintaan kita yang begitu dalam kepada Rasulullah saw dan kita dapat meneladannya sepanjang masa. Sebab, cinta bukan hanya sekadar kata dan cinta tak hanya diam.
Catatan: Ini adalah teks khotbah Jumat di Universitas Paramadina pada 06 Maret 2009.
Pada kesempatan ini, marilah kita bersama-sama memanjatkan puja dan puji syukur kepada Allah swt yang telah memberikan kita nikmat yang tak terhingga sehingga kita dapat melaksanakan kewajiban usbū‘iyyah, menunaikan salat Jumat di tempat ini.
Selawat dan salam mari kita limpahkan kepada kekasih kita, Muhammad saw, Nabi akhir zaman, dan imam para rasul, yang telah membawa kita dari zaman kegelapan ke zaman keterangan seperti yang kita rasakan sekarang.
Hadirin yang berbahagia,
Tanpa maksud untuk menggurui atau mengajari, saya mengajak para hadirin sekalian untuk bersama-sama meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah swt karena takwa adalah pesan inti dari setiap khotbah Jumat. Takwa yang sebenar-benarnya adalah menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dan, takwa juga senantiasa merasakan Allah swt hadir bersama kita, dalam setiap aktivitas kita.
Pada kesempatan ini, saya diminta oleh pihak Dewan Keluarga Masjid (DKM) Universitas Paramadina untuk menyampaikan khotbah dengan tema yang berkaitan erat dengan maulid (mawlid) Nabi Muhammad saw dari perspektif yang berbeda. Tema yang berkaitan dengan hal tersebut tentu telah sering dibahas dari tahun ke tahun. Karena itu, khatib mencoba seoptimal mungkin memenuhi permintaan tersebut.
Hadirin yang berbahagia,
Di Indonesia, kita memiliki tradisi peringatan maulid Nabi. Tradisi peringatan maulid Nabi ini bertahan dari masa ke masa karena kecintaan umat Islam yang begitu dalam kepada Rasulullah saw. Bahkan, DKM Universitas Paramadina bekerja sama dengan klub menulis Lentera Badai Himpunan Mahasiswa Falsafah dan Agama (HIMAFA) mengadakan acara peringatan maulid Nabi.
Kita yakin bahwa acara tersebut diadakan karena kecintaan yang begitu dalam kepada Nabi Muhammad saw. Maka, berdasarkan hal tersebut khatib ingin menyampaikan khotbah ini dengan tema “Cinta Tak Hanya Diam”.
Terus terang saja, tema yang disampaikan dalam khotbah ini terinspirasi dari sebuah lagu Padi yang berjudul “Tak Hanya Diam” dan lagu tersebut menjadi lagu tema film Nagabonar Jadi 2. Cinta di sini bukanlah cinta yang biasa kita ucapkan sehari-hari. Cinta di sini adalah cinta yang bersifat transendental. Cinta yang akan selalu ada walaupun pengamalnya telah tiada dan cinta yang akan selalu ada walaupun bumi ini telah tiada. Seperti yang tertulis dalam lagu “Tak Hanya Diam”:
Jika mungkin bumi harus terguncang badai
Tapi cinta tak akan mungkin hilang
Cinta bukan hanya sekadar kata
Cinta bukan hanya pertautan hati
Cinta bukan hasrat luapan jiwa
Cinta adalah cinta
Cinta tak hanya diamKecintaan kita kepada Nabi Besar Muhammad saw merupakan bukti kecintaan kita kepada Allah swt. Sebagaimana yang tertulis dalam Qs. 03: 31:
Katakanlah, jika kalian mencintai Allah maka ikutilah aku niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni segala dosa-dosa kalian. Sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang.Kecintaan kita kepada Nabi tak hanya sekadar kata dan tak hanya diam. Cinta membutuhkan ketulusan dan pengorbanan. Setidaknya, ketulusan dan pengorbanan cinta kita kepada Nabi adalah meneladan keempat sifat yang telah dicontohkan dalam hidupnya yakni al-shidq (kejujuran), al-amānah (amanah), al-fathānah (kecerdasan), dan al-tablīgh (menyampaikan). Keempat sifat tersebut seoptimal mungkin harus dapat kita praktikkan dalam kehidupan sehari-hari dan keempat sifat tersebut integral/terhubung satu sama lain.
Dari sifat yang pertama, kejujuran (al-shidq). Kita dapat menyimpulkan bahwa kejujuran adalah segala-galanya dalam hidup dan kejujuran tidak bisa dihitung dengan harga. Dengan kejujuran kita menjadi orang-orang yang dipercaya (al-amānah) sehingga kita menjadi tahu yang baik dan buruk (al-fathānah). Setelah kita menjadi tahu yang baik dan buruk maka kita harus menyampaikan (al-tablīgh).
Demikianlah khotbah singkat yang dapat disampaikan. Semoga saja peringatan maulid Nabi yang sudah menjadi tradisi dari masa ke masa tidak hanya sekadar seremoni belaka. Tapi, tradisi peringatan maulid Nabi tersebut merupakan bukti kecintaan kita yang begitu dalam kepada Rasulullah saw dan kita dapat meneladannya sepanjang masa. Sebab, cinta bukan hanya sekadar kata dan cinta tak hanya diam.
Catatan: Ini adalah teks khotbah Jumat di Universitas Paramadina pada 06 Maret 2009.
2 comments:
Ini contoh teks khutbah yang multireferensi... di tengah masyarakat yang heterogen seperti Jakarta ini, isi khutbah memang tidak bisa hanya menyitir dari ayat-ayat Alquran dan Hadist saja, hikmah lain dapat kita ambil bahkan mungkin dalam potongan lirik lagu, seperti lagu Padi yang dikutip oleh Bung Dida... Selamat
ya, Kang. saya juga masih perlu banyak belajar.
Post a Comment