Bahan Bakar Minyak (BBM) adalah kebutuhan pokok masyarakat dalam menjalani aktivitas bertahan hidup. Karena itu, mereka akan mudah mengeluh jika saja ada kebijakan kenaikan harga BBM. Dalam hal ini, pemerintah memiliki peran besar. Kebijakan pemerintah dalam memberikan masyarakat subsidi BBM adalah langkah yang tepat. Mengingat BBM adalah kebutuhan pokok masyarakat, maka pemerintah layak mempertahankan sistem tersebut secara konsisten.
Dalam hal lain, anjuran pemerintah kepada masyarakat agar orang yang mampu tidak menggunakan premium tentunya bukan langkah yang pas. Sebab, pemerintah tidak menentukan standar orang yang mampu dan tidak. Jika hal tersebut dilihat secara umum, maka kita dapat menyimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia adalah orang-orang yang tak mampu. Dengan demikian, anjuran tersebut hanya omong kosong belaka.
Sebenarnya, ada beberapa langkah yang bisa diterapkan pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat tanpa menghilangkan subsidi BBM. Pertama, mewujudkan good governance. Dengan mewujudkan hal tersebut, kita harus bisa menerima konsekuensi yang akan terjadi. Di antaranya, korupsi yang menjalar di setiap instansi pemerintah dan lain sebagainya harus diberantas tanpa tebang pilih. Kedua, penegakan hukum yang adil. Jika saja hukum ditegakkan dengan adil, siapa pun bisa masuk rumah jeruji.
Di balik hal-hal yang telah disinggung di atas, ada permasalah yang paling nyata di depan kita: kemiskinan. Kemiskinan merupakan masalah yang belum juga terselesaikan dalam bangsa kita yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis. Kemiskinan juga sebenarnya merupakan anak halal dari demokrasi, yang menyebabkan bangsa ini lamban dalam meniti tangga dalam kemajuan dan peradaban. Bahkan, kemiskinan telah menjadi pangkal dari segala persoalan, terutama dalam hal solidaritas dan integritas sosial. Sehingga, tidak berkurangnya angka kemiskinan di Indonesia menjadi cermin bahwa bangsa ini masih berada jauh dari yang dicita-citakan.
Banyak hal yang menyebabkan persoalan kemiskinan belum terselesaikan juga. Bahkan, persoalan tersebut juga menyebabkan konflik-konflik yang terjadi atas nama agama seperti penyerangan terhadap Ahmadiyah dan lain sebagainya. Kita masih saja menyaksikan di negara kita para pedagang kaki lima, pengguna Metromini, dan tukang becak yang mencerminkan potret kemiskinan di tanah air. Selain itu, swastaisasi pendidikan juga ikut memperparah keadaan. Salah satu cara memberantas kemiskinan adalah memberikan masyarakat pendidikan, tetapi biaya pendidikan semakin mahal. Jika biaya pendidikan semakin mahal, kita tak bisa memberikan masyarakat pendidikan sebagai jalan keluar dari kemiskinan.
Untuk mengatasi berbagai persoalan di atas, pemerintah harus memberlakukan sistem yang sehat. Kita tak bisa menyaksikan orang-orang tertentu berkali-kali menunaikan ibadah haji, misalnya, sedangkan para tetangga mereka—dekat dengan masjid-masjid yang mengingatkan mereka pada pentingnya ibadah haji hampir setiap waktu shalat—masih berkutat dengan persoalan makan sehari-hari. Karena itu, sistem ibadah haji pun perlu diatur. Selain sistem ibadah Haji yang diatur, lonjakan jumlah penduduk juga harus dikontrol. Selain swastaisasi pendidikan, lonjakan penduduk adalah hal yang memperparah keadaan. Keluarga Berencana (KB) merupakan program yang tepat untuk mengatasinya.
Peran partai dalam demokrasi kita begitu berperan dalam hal ini. Sebagai kendaraan politik, partai mampu mengontrol berbagai kebijakan pemerintah. Partai bisa menyalurkan berbagai aspirasi masyarakat dengan mengirimkan para delegasinya dalam kekuasaan legislatif, yudikatif, dan eksekutif. Dengan begitu, sistem demokrasi kita menjadi sehat. Sayangnya, partai-partai kehilangan kepercayaan masyarakat. Mereka harus berjuang kembali untuk meraihnya. Sebab, jika kita tidak memberikan kepercayaan kepada partai-partai politik, ke siapa lagi kita bisa berharap?
Last but not least, persoalan kita hari ini adalah persoalan yang belum juga terselesaikan sejak awal-awal kemerdekaan bangsa. Hal ini pun yang menjadikan sebagian masyarakat skeptis terhadap kemerdekaan bangsa kita. Ada yang berpendapat bahwa kemerdekaan bangsa kita adalah kemerdekaan yang semu (atau prematur), sehingga pesimisme tak terhindarkan. Meski begitu, kita harus tetap yakin bahwa masih ada calon-calon pemimpin bangsa kita yang mampu berpikir dengan logis dan mampu membawa kita ke depan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil, dan makmur.