Thursday, 20 August 2015

Bermalam Melalui Film

Saya bersama Mariyo Suniroh dan Nandang Tamjid di Anggon (Angkringan Gondrong) pada malam-malam lalu menonton film-film Arab Saudi dan Iran: Wadjda (2011) dari Haifaa Al-Mansour, Circumstance (2011) dari Maryam Keshavarz, Children of Heaven (1997) dan The Song of Sparrows (2008) dari Majid Majidi.

Kami begitu saja memilih film-film yang ada di daftar tanpa rencana sebelumnya. Sebab, menonton adalah solusi tepat untuk mengatasi mati gaya. Apalagi, nyamuk-nyamuk di sana begitu dahsyat. Billy Bismarak juga tahu soal itu.

Wadjda menceritakan kehidupan seorang anak perempuan yang memiliki ibu penuh kasih dan ayah yang akan menikah lagi. Ia berjuang membeli sepeda--meski perempuan dilarang bersepeda di Arab Saudi--sampai ia mengikuti lomba membaca Alquran dengan baik.

Dalam proses pembuatan filmnya, Al-Mansour bahkan harus mengarahkan adegan eksterior di Riyadh dari dalam van karena perempuan di sana dilarang bekerja di depan umum. Selain itu, ia memang merupakan sutradara perempuan pertama yang berasal dari Arab Saudi.

Circumstance adalah film kedua yang menjadi perhatian kami. Keshavarz berani menyajikan tontonan remaja yang tidak populer di kalangan masyarakat Iran. Perilaku seks sesama jenis yang menjadi fokus film itu masih menjadi aib sosial di sana. Indonesia pun sama sich di mana saya juga masih sulit menerima.

Yang selanjutnya adalah dua film dari Majidi. Saya terus terang tidak tahu banyak soal film. Apalagi, film Iran. Salah satu sutradara ternama dari sana yang saya tahu cuma Asghar Farhadi. Itu pun setelah menonton A Separation (2011) dan The Past (2013).

Sebenarnya ada juga teman yang menyarankan saya menonton film-film dari Jafar Panahi. Sayangnya saya belum sempat karena beberapa hal yang harus diprioritaskan. Semoga Azka Fahriza memaklumi.

Baiklah! Kita kembali lagi ke dua film dari Majidi ya, Bray. Dua film itu menceritakan kisah perjuangan keluarga sich yang alurnya gampang ditebak. Tapi, pemilihan karakter, pemain dan juga pengambilan kamera yang baik menjadi nilai tambah. Serius. Tanya Mariyo dan Nandang!

Saya tidak perlu bercerita tentang dua film tersebut di sini karena saya tidak tega. Isinya sedih terus, tapi pesan-pesan yang disampaikan asyik dan lucu. Muhammad Amir Naji punya peran signifikan. Teman-teman sebaiknya langsung menonton saja ya.

Setelah menyelam ke lautan Google, Mariyo bilang ke saya bahwa Majidi baru saja menyelesaikan film baru: Muhammad (2015). Saya tidak tahu apakah film itu masuk ke Indonesia atau tidak. Yang pasti, rasa penasaran yang muncul setelah menikmati dua film darinya.

No comments: