Wednesday, 28 May 2008

Musyawarah Besar Para Tikus

3 comments:
Di dalam sebuah kota, terdapat satu rumah yang begitu indah yang dimiliki oleh seorang kaya raya. Sehingga, setiap orang yang berkunjung ke sana dan masuk ke dalam rumahnya seakan-akan melihat sesuatu yang indah dari surga karena tata ruang rumah tersebut bagaikan sebuah istana yang megah.

Tapi, tak disangka di dalam rumah tersebut juga terdapat seekor kucing dan sekelompok tikus.

Alkisah, para tikus merasa tertindas dan ketakutan karena satu persatu dari mereka hilang entah ke mana. Tapi kemungkinan besar, menurut mereka, dibunuh dan dimakan oleh seekor kucing yang hidup berdampingan dengan mereka.

Akhirnya, mereka pun berinisiatif untuk mengadakan musyawarah besar demi mempertahankan kelangsungan hidup mereka di dalam rumah yang begitu megah. Musyawarah besar dimulai oleh pemimpin para tikus.

Dalam prosesnya, ada perdebatan panjang hampir tak berujung yang membuat mereka kebingungan dalam memecahkan masalah sehingga salah satu dari mereka mengacungkan tangan untuk menginterupsi.

“Kita tahu bahwa kucing itu telah membunuh satu persatu dari kita dan mengancam keberlangsungan hidup kita. Maka, saya mengusulkan untuk menggantungkan lonceng di lehernya sehingga setiap ekor dari kita tahu bahwa suara lonceng adalah sebuah tanda dari kedatangan kucing.”

Secara spontan, pemimpin para tikus menanggapi usulan tersebut dan berkata, “Usulan anda benar tapi siapa dari kita yang mau menggantungkan lonceng.”

Friday, 29 June 2007

Al-Shidq

No comments:
Dalam sejarah kehidupan manusia, ada satu tokoh paling berpengaruh di antara tokoh-tokoh yang lain yang sampai saat ini ia selalu dijunjung tinggi dan dikenang oleh para pengikutnya maupun bukan sepanjang masa. Dia adalah Muhammad, Nabi Besar kita, seorang revolusioner yang terkenal dengan kearifannya dan selalu menjadi panutan bagi para pengikut/umatnya (umat Islam).

Seorang Muslim ketika hendak menyampaikan pesan-pesan takwa dalam khotbah maupun dalam obrolan santai seyogyanya bersalawat kepada Nabi Besar Muhammad saw sebagai langkah awal untuk mengingatkan satu sama lain kepada kebenaran bahwa kita harus menjunjung tinggi Nabi akhir jaman yang menjadi contoh yang baik (uswah hasanah) dalam hidup yang mengeluarkan umatnya dari jaman kegelapan ke jaman terang sebagaimana yang telah kita rasakan saat ini.

Salawat serta salam senantiasa kita limpahkan dan curahkan kepadanya sebagai bukti cinta kita kepada pemimpin nomor satu di dunia karena kebesaran dan keberhasilannya dalam membina umat.

Sifat maupun sikap hidup Nabi Muhammad saw penuh dengan kejujuran (al-shidq), amanat (al-amânah), kecerdasan (al-fathânah), dan menyampaikan (al-tablîgh). Karena kejujurannya ia selalu melaksanakan amanat yang diberikan sehingga ketika ia masih muda dan belum mendapatkan risâlah ia dianugerahkan gelar al-amîn (orang yang dapat dipercaya dan selalu melaksanakan amanat). Keempat sifat yang dimiliki olehnya sudah sepatutnya kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, keempat sifat tersebut bersifat integral satu sama lain dan kejujuran adalah pangkalnya. Dengan kejujuran (al-shidq) kita dapat dipercaya sehingga kita mampu melaksanakan amanat (al-amânah). Setelah kita melaksanakan amanat niscaya kita mendapatkan kecerdasan (al-fathânah) yakni tahu akan yang baik dan yang benar. Setelah kita tahu yang baik dan yang benar maka kita harus menyampaikan (al-tablîgh).

Dari keberhasilan yang telah dicapai oleh Nabi Muhammad saw di dunia didasarkan pada keempat sifat yang dimiliki olehnya yang berpangkal pada kejujuran (al-shidq), maka kita dapat menyimpulkan bahwa kejujuran adalah pangkal keberhasilan dalam hidup. Dengan kata lain, kalau kita ingin berhasil dalam hidup maka kita harus jujur.

Jujur dalam bahasa Arab berarti al-shidq. Apabila dikaji lebih dalam kata tersebut memiliki makna yang sangat luas. Jujur (al-shidq) dalam al-Munjid maupun kamus-kamus bahasa Arab yang lain berasal dari kata shadaqa yang berarti jujur/benar. Kata tersebut memiliki derivasi kepada shadaqah yang berarti sedekah/berbuat baik dalam al-Quran. Seperti yang tercatat dalam surat al-Baqarah ayat 263: “Perkataan yang baik lebih baik daripada berbuat baik yang diikuti dengan perkataan yang menyakitkan dan Allah maha kaya lagi maha penyantun.

Shadaqah yang berasal dari satu rumpun kata dengan al-shidq yang berarti sedekah/berbuat baik dalam al-Quran harus dibarengi dengan kejujuran atau dengan kata lain, ketika kita berbuat baik maka harus ada kejujuran dalam perbuatan baik kita bahwa kita berbuat semata-mata karena Allah swt. Belajar yang serius adalah perbuatan yang baik/jujur bagi mahasiswa, maka ketika mahasiswa belum serius dalam belajarnya niscaya ia belum jujur terhadap dirinya sendiri. Maka, ketika kita berbuat baik sudah sepatutnya ada kejujuran dalam perbuatan kita, entah kejujuran terhadap diri sendiri maupun kejujuran terhadap orang lain.

Selain itu, shadaqa atau al-shidq yang berarti jujur/benar memiliki derivasi kata shadâqah yang berarti pertemanan atau persahabatan dan shadîq berarti teman dan shiddîq berarti yang dapat dipercaya (jujur). Ibn Miskawayh, seorang tokoh besar dalam filsafat etika Islam memakai kata shadâqah yang berarti pertemanan atau persahabatan dalam karyanya Tahdzîb al-Akhlâq.

Apa makna filosofi kata shadâqah? Shadâqah yang berarti pertemanan berasal dari kata al-shidq yang berarti jujur/benar dan shadîq yang berarti teman dengan shiddîq yang berarti orang yang dapat dipercaya berasal dari satu akar kata yakni al-shidq. Maka, dalam pertemanan atau persahabatan harus ada kejujuran dan berarti menjadi seorang teman harus jujur karena kata shadîq (teman) dan kata shiddîq (yang dapat dipercaya) berasal dari kata al-shidq (jujur/benar). Maka ketika kita mendapatkan seorang teman yang tidak jujur maka sesungguhnya ia bukan teman kita dan ketika kita mendapatkan seorang yang dapat dipercaya maka sesungguhnya ia teman kita.

Itulah makna kejujuran (al-shidq) yang kita kaji secara luas, dan semoga kejujuran menjadi prinsip dalam hidup kita untuk mencapai keberhasilan sebagaimana yang telah diteladankan oleh Nabi Besar kita Muhammad saw.

Monday, 30 April 2007

Religiusitas Sang Ibu

1 comment:
Ia adalah orang yang paling berpengaruh terhadap anak-anaknya. Karena pada dasarnya, dalam sebuah keluarga faktor yang paling berperan secara psikologis bagi anak-anak adalah Ibu. Bagi saya, yang sedang menempuh studi di Jurusan Falsafah dan Agama Universitas Paramadina, Ibu adalah seorang motivator sejati dalam hidup.

Namanya adalah Uju Juz’aniah (yang akrab dipanggil dengan Ibu Uju), lahir di sebuah kampung, yang mungkin bisa dikatakan terpencil pada masanya, Kampung Kadugedong, Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang pada tanggal 13 Juni 1952 M. Ibu yang telah melahirkan sepuluh orang anak kini menempuh usianya yang kurang lebih ke-55.

Semasa kecil Ia selalu berbakti kepada orang tua dan besar di lingkungan keagamaan. Ketika Ia bercanda ria dengan anak-anaknya, Ia selalu bercerita tentang masa kecilnya yang penuh dengan perjuangan dan kerja keras untuk berbakti kepada orang tua dan menempuh pendidikan semasanya.

Ia selalu mengajarkan kepada kita, anak-anaknya, agar senantiasa berbuat baik dan bersyukur atas nikmat yang telah dikaruniakan Allah. Salah satu pesannya yang paling berpengaruh bagi saya adalah kejujuran, karena Nabi Muhammad adalah seorang yang jujur dalam hidupnya sehingga Ia mendapat kepercayaan masyarakat dan digelari dengan al-amîn (seorang yang dipercaya).

Ketika saya mengabdikan diri di sebuah pondok pesantren terpencil pada tahun 2004 M, yang ketika itu saya tidak mendapatkan insentif dari pengabdian tersebut, Ia berpesan agar senantiasa tetap mempertahankan kejujuran dalam hidup. “Dengan kejujuran kita akan mendapatkan kepercayan dari setiap orang, dengan kejujuran kita Allah swt akan membukakan pintu rerjeki yang sangat luas,” tuturnya.

Selain itu, Ia mengajarkan kepada saya perbedaan antara ilmu dan pengetahuan. Apabila kita tahu tentang sesuatu tapi tidak mengamalkannya dalam keseharian kita maka itu adalah pengetahuan. Tapi, apabila kita tahu tentang sesuatu dan mengamalkannya dalam keseharian kita maka itu adalah ilmu.

Sebenarnya, banyak sekali ajaran-ajaran yang disampaikan kepada anak-anaknya. Namun, tulisan ini hanyalah sebagian kecil saja dari pengalaman hidup saya bersamanya.

Friday, 20 April 2007

Mengenang RA Kartini

No comments:
Dewasa ini, teramat menarik apabila generasi muda Indonesia, khususnya kaum perempuan, membaca kembali pemikiran-pemikiran para tokoh yang berjasa dalam memperjuangkan kemakmuran di indonesia.

Salah satu faktor kemajuan sebuah bangsa adalah bagaimana para generasi muda bangsa tersebut mampu membaca, memahami, dan mengapresiasi karya-karya dan gagasan-gagasan pemikiran yang dilahirkan oleh para tokoh yang berjasa dalam meraih kemakmuran bagi mereka.

Maka, alangkah lebih baik bagi kita untuk mengkaji kembali secara bersama alur sejarah kebangkitan bangsa dalam hal-hal yang berkaitan dengan Islam secara khusus dan non-Islam secara umum sehingga kita meraih kemajuan dan mampu merevitalisasi semangat dalam diri untuk menggali khazanah-khazanah keislaman, kemoderenan, dan keindonesiaan.

Salah satu tokoh yang berperan dalam hal tersebut adalah Raden Ajeng (RA) Kartini, seorang perempuan yang dilahirkan pada tanggal 21 April 1879 di Jepara dan namanya diabadikan lewat sebuah lagu serta hari kelahirannya selalu diperingati dengan istilah Hari Kartini. Ia adalah anak dari seorang bupati di kota tersebut yang bernama RM Adipati Ario Sosrodiningrat.

Ayahnya adalah salah satu dari empat bupati yang ada di seluruh pulau Jawa dan Madura yang pandai menulis dan becakap-cakap dalam bahasa Belanda pada tahun 1902 M. Kartini tinggal bersama keluarga yang berbeda dari yang lain, keluarganya suka akan kemajuan sehinga ia terinspirasi untuk mendobrak adat istiadat di masyarakatnya dan tidak peduli terhadap celaan orang, terus saja melakukan yang baik menurut pikirannya. Jadi tak begitu heran kalau Kartini adalah seorang yang suka maju dan seorang perintis jalan bagi kita.

Kartini sebagai perintis dan penunjuk jalan

Seperti yang telah diuraikan bahwa Kartini keturunan dari sebuah keluarga yang menjadi penganjur, pembuka jalan, yang merasa bebas dan tidak terikat oleh adat istiadat. Kartini adalah seorang perempuan yang terpelajar dan terkemuka di zamannya.

Ia selalu peka terhadap lingkungannya sehingga ia mudah merasakan rasa sakit yang diderita oleh orang lain. Tampaklah di hadapan matanya bahwa struktur masyarakat Jawa dan adat istiadatnya selalu memarjinalkan kaum perempuan (bahkan mereka tidak diperkenankan untuk menempuh pendidikan yang tinggi). Maka, ia melihat kedzaliman itu tidak hanya terjadi terhadap dirinya melainkan juga terhadap perempuan-perempuan lain yang hidup di masyarakat Jawa sehingga ia berpandangan bahwa adat istiadat yang berlaku itu mesti dirombak dan kaum perempuan mesti mendapatkan kehidupan dan pendidikan yang layak.

Kemudian, langkah-langkah yang diambil olehnya adalah selalu menulis surat-surat berbahasa Belanda yang berisi tentang gagasan-gagasannya kepada para perempuan lain yang ia anggap sudah cukup tercerahkan, salah satunya adalah Nona Zeehandelaar pada tahun 1900 M.

Cita-cita Kartini, cita-cita masyarakat

Kartini meninggal pada tanggal 13 Septembert 1904 M, empat hari setelah melahirkan anaknya akibat komplikasi. Kartini hidup + seratus tahun lalu, pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Lebih dari satu abad lalu Kartini berjuang untuk melepaskan diri serta bebas dari belenggu adat (Jawa) untuk berpartisipasi dalam memajukan bangsa dan mengangkat posisi perempuan kepada tingkatan yang lebih manusiawi. Kendatipun ia hidup + satu abad yang lalu, namun cita-citanya selalu menjadi angan-angan generasi muda (khususnya kaum perempuan) Indonesia dari dahulu kala sampai saat ini.

Cita-cita Kartini adalah memajukan bangsa dengan cara memberdayakan kaum perempuan Indonesia, tentunya cita-cita Kartini adalah cita-cita kita bersama. Maka, saat ini bangsa Indonesia membutuhkan generasi muda penerus bangsa, terutama kaum perempuan seperti RA Kartini.